DPR Usulkan Verifikator Independen Jamkesmas Jadi Karyawan BPJS

DPR Usulkan Verifikator Independen Jamkesmas Jadi Karyawan BPJS

JAKARTA, batamtoday– Dewan Perwakilan Rakyat mengusulkan rekrutmen tenaga Verifikator Independen Jamkesmas (VIJ) sejumlah 1.552 orang dapat dijadikan bagian karyawan BPJS.

“Fungsi VIJ saat ini penting dalam hal mengevaluasi adanya peningkatan pemanfaatan Jamkesmas untuk meningkatkan nilai klaim Jamkesmas, sehingga perlu kita pertimbangkan VIJ otomatis menjadi karyawan di BPJS nantinya,” kata Herlini Amran, anggota Komis IX DPR RI


JAMKESMAS

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) memberikan perlindungan sosial di bidang kesehatan untuk menjamin masyarakat miskin dan tidak mampu yang iurannya dibayar oleh pemerintah agar kebutuhan dasar kesehatannya yang layak dapat terpenuhi

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) diselenggarakan berdasarkan konsep asuransi sosial. Program ini diselenggarakan secara nasional dengan tujuan untuk : 1) mewujudkan portabilitas pelayanan sehingga pelayanan rujukan tertinggi yang disediakan Jamkesmas dapat diakses oleh seluruh peserta dari berbagai wilayah; 2) agar terjadi subsidi silang dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang menyeluruh bagi masyarakat miskin.

KEPESERTAAN

Peserta Program Jamkesmas adalah masyarakat miskin dan orang yang tidak mampu dan peserta lainnya yang iurannya dibayari oleh Pemerintah sejumlah 76,4 juta jiwa.

Peserta yang dijamin dalam program Jamkesmas tersebut meliputi :
a. Masyarakat miskin dan tidak mampu yang telah ditetapkan dengan keputusan Bupati/Walikota mengacu pada:
1) Data masyarakat miskin sesuai dengan data BPS 2008 dari Pendataan Program Perlindungan Sosial (PPLS)     yang telah lengkap dengan nama dan alamat yang jelas (by name by address).
2) Sisa kuota: total kuota dikurangi data BPS 2008 untuk kabupaten/kota setempat yang ditetapkan sendiri oleh kabupaten/kota setempat lengkap dengan nama dan alamat (by name by address) yang jelas.
b. Gelandangan, pengemis, anak dan orang terlantar, masyarakat miskin yang tidak memiliki identitas.
c. Peserta Program Keluarga Harapan (PKH) yang tidak memiliki kartu Jamkesmas.
d. Masyarakat miskin yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1185/Menkes/SK/XII/2009 tentang Peningkatan Kepesertaan Jamkesmas bagi Panti Sosial, Penghuni Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara serta Korban Bencana Pasca Tanggap Darurat.
e. Ibu hamil dan melahirkan serta bayi yang dilahirkan (sampai umur 28 hari) yang tidak memiliki jaminan kesehatan. Tata laksana pelayanan mengacu pada Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
f. Penderita Thalassaemia Mayor yang sudah terdaftar pada Yayasan Thalassaemia Indonesia (YTI) atau yang belum terdaftar namun telah mendapat surat keterangan Direktur RS sebagaimana diatur dalam Petunjuk Teknis Jaminan Pelayanan Pengobatan Thalassaemia.

MANFAAT
Pada dasarnya manfaat yang disediakan bagi peserta bersifat komprehensif sesuai kebutuhan medis, kecuali beberapa hal yang dibatasi dan tidak dijamin. Pelayanan kesehatan komprehensif tersebut meliputi antara lain:
1. Pelayanan kesehatan di puskesmas dan jaringannya
a. Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP), dilaksanakan pada puskesmas dan jaringannya meliputi pelayanan :
1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
2) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
3) Tindakan medis kecil
4) Pemeriksaan dan pengobatan gigi, termasuk cabut/ tambal
5) Pemeriksaan ibu hamil/nifas/menyusui, bayi dan balita
6) Pelayanan KB dan penanganan efek samping (alat kontrasepsi disediakan BKKBN)
7) Pemberian obat.
b. Rawat Inap Tingkat Pertama (RITP), dilaksanakan pada puskesmas perawatan, meliputi pelayanan :
1) Akomodasi rawat inap
2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
3) Laboratorium sederhana (darah, urin, dan feses rutin)
4) Tindakan medis kecil
5) Pemberian obat
6) Persalinan normal dan dengan penyulit (PONED)
c. Persalinan normal dilakukan di puskesmas/bidan di desa/ polindes/dirumah pasien fasilitas kesehatan tingkat pertama swasta.
d. Pelayanan gawat darurat (emergency). Kriteria/diagnosa gawat darurat, sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit

2. Pelayanan kesehatan di FASKES lanjutan

a. Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL) di RS dan Balkesmas meliputi:
1) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan oleh dokter spesialis/umum.
2) Rehabilitasi medik
3) Penunjang diagnostik: laboratorium klinik, radiologi dan elektromedik.
4) Tindakan medis.
5) Pemeriksaan dan pengobatan gigi tingkat lanjutan
6) Pelayanan KB, termasuk kontap efektif, kontap pasca persalinan/keguguran, penyembuhan efek samping dan komplikasinya (kontrasepsi disediakan BKKBN).
7) Pemberian obat mengacu pada Formularium.
8) Pelayanan darah.
9) Pemeriksaan kehamilan dengan risiko tinggi dan penyulit.
b. Rawat Inap Tingkat Lanjutan (RITL), dilaksanakan pada ruang perawatan kelas III (tiga) RS, meliputi :
1) Akomodasi rawat inap pada kelas III.
2) Konsultasi medis, pemeriksaan fisik dan penyuluhan kesehatan
3) Penunjang diagnostik: patologi klinik, patologi anatomi, laboratorium mikro patologi, patologi radiologi dan elektromedik.
4) Tindakan medis
5) Operasi sedang, besar dan khusus
6) Pelayanan rehabilitasi medis
7) Perawatan intensif (ICU, ICCU, PICU, NICU, PACU)
8) Pemberian obat mengacu pada Formularium
9) Pelayanan darah
10) Bahan dan alat kesehatan habis pakai
11) Persalinan dengan risiko tinggi dan penyulit (PONEK)
c. Pelayanan gawat darurat (emergency), kriteria gawat darurat sebagaimana tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 856/Menkes/SK/IX/2009 tentang Standar Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit
d. Seluruh penderita thalassaemia dijamin, termasuk bukan peserta Jamkesmas.
Pengaturan pelayanan pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pemeriksaan nifas dan bayi baru lahir serta pelayanan KB paska persalinan tertuang dalam petunjuk teknis Jaminan Persalinan.
3. Pelayanan Yang Dibatasi (Limitation)
a. Kacamata diberikan pada kasus gangguan refraksi dengan lensa koreksi minimal +1/-1, atau lebih sama dengan +0,50 cylindris karena kelainan cylindris (astigmat sudah mengganggu penglihatan), dengan nilai maksimal Rp.150.000 berdasarkan resep dokter.
b. Alat bantu dengar diberi penggantian sesuai resep dari dokter THT,pemilihan alat bantu dengar berdasarkan harga yang paling efisien sesuai kebutuhan medis pasien dan ketersediaan alat di daerah.
c. Alat bantu gerak (tongkat penyangga, kursi roda, dan korset) diberikan berdasarkan resep dokter dan disetujui Komite Medik atau pejabat yang ditunjuk dengan mempertimbangkan alat tersebut memang dibutuhkan untuk mengembalikan fungsi sosial peserta tersebut. Pemilihan alat bantu gerak didasarkan pada harga dan ketersediaan alat yang paling efisien di daerah tersebut.
d. Kacamata, alat bantu dengar, alat bantu gerak tersebut diatas disediakan oleh RS bekerja sama dengan pihak-pihak lain dan diklaimkan terpisah dari paket INA-CBGs.

4. Pelayanan Yang Tidak Dijamin (Exclusion)
a. Pelayanan yang tidak sesuai prosedur dan ketentuan
b. Bahan, alat dan tindakan yang bertujuan untuk kosmetika
c. General check up
d. Prothesis gigi tiruan
e. Pengobatan alternatif (antara lain akupunktur, pengobatan tradisional) dan pengobatan lain yang belum terbukti secara ilmiah
f. Rangkaian pemeriksaan, pengobatan dan tindakan dalam upaya mendapat keturunan, termasuk bayi tabung dan pengobatan impotensi
g. Pelayanan kesehatan pada masa tanggap darurat bencana alam, kecuali memang yang bersangkutan sebagai peserta Jamkesmas
h. Pelayanan kesehatan yang diberikan pada kegiatan bakti sosial, baik dalam gedung maupun luar gedung

sumber: Pedoman Pelaksanaan Jamkesmas 2011

INA-DRG

Definisi dari INA-DRG sendiri adalah suatu sistem
klasifikasi kombinasi dari beberapa jenis penyakit/diagnosa
dan prosedur/tindakan pelayanan di Rumah Sakit dan
pembiayaannya yang dikaitkan dengan mutu serta efektivitas
pelayanan terhadap pasien.
INA-DRG juga merupakan sistem pemerataan, jangkauan dan
berhubungan dengan mutu pelayanan kesehatan yang menjadi
salah satu unsur dalam pembiayaan kesehatan. Selain itu
sistem ini juga dapat digunakan sebagai salah satu standar
penggunaan sumber daya yang diperlukan dalam pemberian
pelayanan kesehatan di rumah sakit.
INA-DRG yang sudah hasilkan sebanyak 1077 DRG yang merupakan
turunan dari International Refined DRG (IR-DRG) dan terdiri
dari 23 Major Diagnosis Cathegory (MDC) dengan rincian 789
DRG Rawat Inap dan 288 DRG Rawat jalan.
1 B.Manfaat INA-DRG
Maanfaat penggunaan INA-DRG secara umum adalah sebagai
berikut :
1. tarif akan terstandarisasi dan lebih transparan.
2. Penghitungan tarif pelayanan lebih objektif
serta berdasar pada biaya yang sebenarnya.
3. Rumah Sakit akan mendapatkan pembiayaan berdasar
pada beban kerja sebenarnya.
4. Dapat meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan
Rumah Sakit.

Manfaat bagi Rumah Sakit sendiri adalah sebagai berikut
1. INA-DRG merupakan Salah satu cara untuk
meningkatkan standar pelayanan kesehatan.
2. INA-DRG Secara objektif memantau pelaksanaan
“Program Quality Assurance”.
3. Rumah Sakit akan mendapatkan informasi mengenai
variasi pelayanan.
4. Rumah Sakit dapat mengevalusi kualitas pelay anannya.
Manfaat bagi pasien sendiri adalah sebagai berikut :
1. Memberikan prioritas perawatan pada pasien
berdasar tingkat keparahan penyakit.
2. Pasien akan menerima kualitas pelayanan kesehatan
yang lebih baik.
3. Mengurangi resiko yang dihadapi pasien.
4. mempercepat pemulihan dan meminimalisasi
kecacatan.
5. Adanya kepastian biaya dalam pelayanan perawatan.

2 Bagi Departemen Kesehatan sendiri manfaat INA-DRG adalah
sebagai berikut :
1. Dapat mengevaluasi dan membandingkan kinerja
Rumah Sakit.
2. Sebagai salah satu alat untuk Benchmarking.
3. Area untuk audit klinis.
4. Mengembangkan kerangka kerja klinis dan alur
pelayanan (SOP) serta dapat menstandarisasi proses
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.

ICD-10 dan ICD-9 CM

ICD-10
International Statistical Classification of Diseases and
Related Health Problems Tenth Revision (ICD-10) atau sistem
klasifikasi penyakit Internasional revisi ke sepuluh.
ICD-10 didefinisikan sebagai suatu sistem pengkelasan dimana
penyakit dimasukan ke dalam kelompok yang kriterianya sudah
ditentukan.
ICD-10 digunakan untuk menerjemahkan diagnosis penyakit dan
masalah kesehatan lainnya dari kata-kata kedalam kode
alfanumerik sehingga memungkinkan untuk penyimpanan,
menemukenali dan mempermudah analisis data.

Dalam pelaksanaan INA-DRG ini ICD-10 digunakan sebagai salah
satu data pendukung utama untuk menentukan kode INA-DRG
ICD-10 terdiri dari 3 volume, yaitu:

1. Volume 1 yaitu Tabular list/klasifikasi utama;
2. Volume 2 yaitu petunjuk penggunaan;
3. Volume 3 yaitu Alphabetical index/Indeks Alphabetik.

Dalam ICD-10 terdapat 21 Chapter/Bab yang terdiri dari:

Chapter I A00-B99 Certain infectious and parasitic diseases
Chapter II C00-D48 Neoplasm
Chapter III D50-D89 Diseases of blood and blood forming organs
and certain disorders involving the immune mechanism
Chapter IV E00-E90 Endocrine, nutritional and metabolic diseases
Chapter V F00-F99 Mental and behavioral diseases
Chapter VI G00-G99 Diseases of the nervous system
Chapter VII H00-H59 Diseases of the eye and adnexa
Chapter VIII H60-H95 Diseases of the ear and mastoid process
Chapter IX I00-I99 Diseases of circulatory system
Chapter X J00-J99 Diseases of the respiratory system
Chapter XI K00-K93 Diseases of the digestive system
Chapter XII L00-L99Diseases of the skin and subcutaneoustissue
ChapterXIII M00-M99Diseases of the musculoskeletal system and connective tissue
Chapter XIV N00-N99 Disease of genitourinary system
Chapter XV O00-O99 Pregnancy, childbirth and puerperium
Chapter XVI P00-P96 Certain conditions originating in the perinatal period
Chapter XVII Q00-Q99 Congenital malformations, deformation and chromosomal abnormalities
Chapter XVIII R00-R09 Symptoms, signs and abnormal clinical and laboratory findings, not elsewhere classified
Chapter XIX S00-T98Injury, poisoning and certain other consequences of external cause
Chapter XX V01-Y98 External causes of morbidity and mortality
Chapter XXI Z00-Z99 Factors influencing health status and contact with health service

ICD-9 CM
International Classification of Diseases Revision Clinical
Modification (ICD-9-CM) adalah sistem klasifikasi penyakit
Internasional revisi ke sembilan (ICD-9) dengan modifikasi
untuk keperluan klinis. ICD-9-CM dirancang sebagai
klasifikasi untuk berbagai prosedur/tindakan medis
ICD-9 CM terdiri atas 3 volume:
Volume 1 : Tabular list
Volume 2 : Alphabetical list
Volume 3 : Prosedur/Tindakan
Dalam ICD-9 terdapat 16 Chapter/Bab yang terdiri dari :

Chapter Code

0 00 Procedures and interventions, not elsewhere classified
1 01-05 Operations on the nervous system
2 06-07 Operations on the endocrine system
3 08-16 Operations on the eye
4 18-20 Operations on the ear
5 21-29 Operations on the nose, mouth and pharynx
6 30-34 Operations on the respiratory system
7 35-39 Operations on the cardiovascular system
8 40-41 Operations on the hemic and lymphatic system
9 42-54 Operations on the digestive system
10 55-59 Operations on the urinary system
11 60-64 Operations on the male genital organs
12 65-71 Operations on the female genital organs
13 72-75 Obstetrical procedures
14 76-84 Operations on the musculoskeletal system
15 85-86 Operations on the integumentary system
16 87-99 Miscellaneous diagnostic and therapeutic procedures

Obat dengan Nama Generik dan Obat dengan Nama Dagang

Nama generik adalah nama resmi yang telah ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan INN (International Non-propietary Names) WHO untuk zat yang dikandungnya. Nama generik ditempatkan sebagai judul dari monografi sediaan-sediaan obat yang mengandung nama generik tersebut sebagai zat tunggal.
Yang menyebabkan harga obat generik bisa terjangkau adalah :
1.Skala produksi yang lebih besar daripada obat dengan nama dagang menyebabkan biaya produksi lebih efisien.
2.Kemasan obat dengan nama generik yang standar dan sederhana dibanding kemasan obat dengan nama dagang. Kemasan pada obat generik lebih berfungsi sebagai pelindung obat, sehingga desain dan bentuknya sederhana untuk menghemat biaya produksi.
3.Tidak membutuhkan biaya riset.
4.Penentuan harga oleh pemerintah, dengan mempertimbangkan keterjangkauan bagi masyarakat luas.
5.Tidak dipromosikan secara besar-besaran.
6.Adanya subsidi dari pemerintah.

Obat Generik tidak memiliki nama dagang atau merek, hanya menggunakan nama zat aktif obat yang dikandungnya sebagai namanya, contoh : Amoksisilin, Ampisilin, Asam mefenamat, dan lain-lain.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia (UU RI) No 15 tahun 2001 tentang merek, dikatakan bahwa merek dagang adalah merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang, atau badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis lainnya. Merek tersebut terdaftar di Departemen Kehakiman dan mendapat perlindungan hukum selama 10 tahun, dan jangka waktu perlindungan itu dapat diperpanjang.
Dari satu nama generik dapat diproduksi berbagai macam sediaan obat dengan nama dagang yang berlainan, misalnya : Aspilet (berisi : Asetosal), Alphamol dan Panadol (berisi : Parasetamol), dan lain-lain. Nama dagang obat pada saat ditemukan disebut nama paten (Ditjen POM, 2000). Kata ”paten” dalam bahasa Indonesia berasal dari ”patent” yang dalam bahasa Inggris adalah ”suatu hak yang dilindungi hukum untuk tidak bisa ditiru atau dipalsukan”. Obat paten adalah milik suatu industri farmasi penemu formulasi obat, memiliki merek atau proprietary name yang di-patent-kan, terdaftar di Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual Departemen Kehakiman, sehingga untuk jangka waktu tertentu, industri farmasi penemu obat tersebut menjadi pemilik sah dari pembuatan dan merek obat. Berdasarkan UU RI nomor 14 tahun 2001 tentang paten, dikatakan bahwa paten diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung sejak penerimaan dan jangka waktu itu tidak dapat diperpanjang. Setelah hak paten habis, industri farmasi lain dapat memproduksinya dengan merek yang sama dengan nama umum (generic) yang ditetapkan oleh WHO untuk zat berkhasiat yang dikandung. Jadilah obat tersebut disebut obat generik. Industri farmasi yang lain juga dapat memproduksi obat paten yang telah habis masa patennya dengan nama berbeda yang biasa disebut sebagai me-too product atau di beberapa negara barat disebut branded generic (generik bermerek).

Harga Obat

Harga Obat
Biaya obat merupakan bagian yang cukup besar dari seluruh biaya kesehatan. Dari berbagai survei dapat disimpulkan bahwa biaya obat 30%-50% dari jumlah operasional pelayanan kesehatan. Harga obat yang tinggi menyebabkan biaya pengobatan menjadi tinggi. Kenyataan ini bertentangan dengan kondisi yang ada, yaitu pendapatan dan daya beli masyarakat menurun.jika dilihat dari angka absolut, harga obat di Indonesia sebenarnya masih tergolong rendah, tetapi jika dibandingkan dengan daya beli masyarakat, harga obat di Indonesia termasuk yang paling mahal di dunia. Selain itu jumlah item atau produk obat yang beredar lebih banyak, hal ini disebabkan banyak obat yang mengandung bahan aktif yang sama diproduksi oleh berbagai pabrik farmasi dan menetapkan harga jual yang berbeda. Harga merupakan salah satu pertimbangan dalam memilih obat di samping pertimbangan manfaat, keamanan, kesesuaian.

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya variasi harga, yaitu:
A. Komponen Pembentuk Harga Obat
Secara umum ada beberapa komponen yang dapat membentuk harga obat yaitu:
1. Biaya produksi, merupakan biaya yang langsung terkait dengan proses produksi, meliputi biaya bahan baku obat, bahan tambahan, alat, kemasan. Obat nama dagang mengutamakan keindahan dalam penampilannya. Menurut beberapa hasil penelitian, biaya produksi berkisar antara 9% sampai 61%, sehingga hal ini dapat menyebabkan perbedaan harga obat sejenis 2 sampai 20 kali.
2. Biaya untuk keuntungan (marginal cost), biaya administrasi misalnya biaya untuk pendaftaran dan biaya iklan.
3. Metode pengadaan.
Metode pengadaan obat juga dapat mempengaruhi harga jual obat. Pembelian dalam jumlah besar atau jumlah kecil tergantung pada dana apotek. Jika pembelian obat dalam jumlah besar (bulk purchasing) kemungkinan ada pemberian diskon oleh distributor, sehingga harga jual obat bisa ditekan lebih rendah.
B. Penawaran dan permintaan
Seperti halnya harga barang dan jasa, obat sebagai barang ekonomis yang tersedia di apotek dapat juga dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan. Jika penawaran barang itu tetap atau berkurang sedangkan permintaan meningkat, maka akan terjadi kenaikan harga. Demikian pula sebaliknya, apabila jumlah permintaan barang dan jasa menurun sedangkan jumlah penawaran tetap, maka akan berakibat menurunnya harga barang atau jasa.

SYNTHESIS OF CHITOSAN LAURATE BY TRANSESTERIFICATION BETWEEN METHYL LAURATE WITH CHITOSAN ACETATE (Sintesis Kitosan Laurat Melalui Reaksi Transesterifikasi Metil Laurat dengan Kitosan Asetat)

ABSTRAK

Telah disintesis kitosan laurat melalui reaksi transesterifikasi antara metil laurat dan kitosan asetat dengan bantuan katalis natrium metoksida. Kitosan asetat diperoleh dari hasil reaksi esterifikasi kitosan dengan asetat anhidrida dalam pelarut diklorometana, dimana gugus amina dalam kitosan diproteksi terlebih dahulu dengan mereaksikan kitosan dan asetaldehida (sebagai gugus pelindung) membentuk aldimin. Pada akhir reaksi, penghilangan gugus pelindung menggunakan natrium bikarbonat. Kitosan laurat didukung oleh data spektroskopi inframerah dengan munculnya υC=O stretching dari ester pada serapan 1689,5 cm-1¬ yang biasanya dijumpai sebagai karbonil (C=O) dari turunan polisakarida yang memiliki β- linkage seperti selulosa, adanya gugus OH (hidroksil) pada daerah 3456,2 cm-1 dan C–O–C pada daerah 1180,4 cm-1; υ stretching dari CH2 yang rantai panjang pada daerah 709,8 cm-1.

ABSTRACT

Chitosan laurate had been synthesis throught transesterification between methyl laurate and chitosan acetate by using sodium metoxide as catalyst. Chitosan acetate was obtained from result of esterification chitosan with acetate anhydride in dichloromethane, where as amino group of chitosan was protected at first by reaction of chitosan with acetaldehyde ( as protecting group) . The deprotecting of protect group by using sodium bicarbonate at the end of reaction. Chitosan laurate was support by infrared spectroscopy data with appearing υC=O sterctching of ester at absorbtion 1689,5 cm-1 with usually found as carbonyl of polysaccharide derivative which posses β-linkage like cellulose, group OH (hydroxyl) at 3456,2 cm-1 and C-O-C at 1180,4 cm-1; υ stretching of CH2 as long chain appeared at region 709,8 cm-1.

untuk lebih lengkap dapat di download di link dibawah ini:
http://www.ziddu.com/download/9940234/ifikasimetillauratdengankitosanasetat_sannimonita_.pdf.htmlKitosan Laurat

International Stastitical Classification of Diseases and Related Problems

ICD-10 telah didukung oleh sebagian besar Badan Kesehatan Dunia pada bulan Mei 1990 dan mulai digunakan di negara-negara anggota WHO sejak tahun 1994. Edisi pertama, yang dikenal dengan International List Causes of Death, diadopsi oleh International Institute Statistic pada tahun 1893. WHO mengambil alih tanggung jawab pembuatan ICD pada tahun 1948 saat revisi ke enam, yang mana didalamnya termasuk penyebab sakit, untuk pertama kalinya diterbitkan.

ICD yang merupakan standar internasional untuk semua klasifikasi diagnostik epidemiologi umum, yang banyak digunakan untuk kepentingan manajemen kesehatan dan klinis. Hal ini mencakup analisis situasi umum kesehatan penduduk dan pemantauan insiden dan prevalensi penyakit serta masalah-masalah kesehatan lainnya dalam kaitannya dengan berbagai variabel seperti keadaan dan karakteristik dari individu-individu yang terkena, penggantian, alokasi sumberdaya, kualitas dan lain-lain.

ICD juga digunakan untuk mengklasifikasikan penyakit dan masalah-masalah kesehatan lainnya yang tercatat pada berbagai jenis catatan kesehatan seperti sertifikat kematian dan rekam medis. Selain itu dimungkinkan juga untuk melakukan penyimpanan dan akses informasi diagnostik klinis dan epidemiologi, catatan ini juga memberikan dasar untuk melakukan perbandingan secara nasional atas statistik mortalitas dan morbiditas diantara negara-negara anggota WHO.